Maraknya Pelecehan Seksual Yang Terjadi di Korea Utara

0
16

Sebuah kelompok hak asasi menyebut, selama ini polisi dan pejabat Korea Utara (Korut) “memangsa” kaum perempuan dengan leluasa tanpa menerima konsekuensi atau hukuman.

Human Rights Watch (HRW) yang berbasis di Amerika Serikat (AS) melakukan wawancara dengan lebih dari 50 warga Korut yang melarikan diri yang mengungkapkan hal tersebut. Mereka mencatat, berbagai kasus pemerkosaan dan pelanggaran lain yang dilakukan oleh petugas keamanan seperti penjaga perbatasan hingga pejabat sipil.

Terungkap! Ini 4 Alasan Kenapa Wanita Begitu Menyukai Seks!!

Korut sebelumnya sudah pernah dituduh terkait meluasnya pelanggaran hak asasi manusia oleh PBB dan para kritikus lainnya. Negara pengembang nuklir itu dikenal akan masyarakatnya yang sangat hirarkis dan patriarkal, di mana nilai-nilai tradisional menghormati otoritas tertinggi masih memegang kendali.

Namun, sebagian besar dari pembelot dan pedagang pasar di Korut adalah perempuan. Banyak perempuan memiliki lebih banyak kebebasan bergerak daripada pria, karena mereka tidak diberi pekerjaan penting sehingga ketidakhadiran mereka tak akan diperhatikan.

Laporan itu menyebut, perempuan yang tertangkap melarikan diri dari Korut ke China atau yang dipulangkan dari negara tetangga itu akan menghadapi hukuman berat termasuk penyiksaan, pemenjaraan dan pelecehan seksual.

“Setiap malam seorang perempuan akan dipaksa untuk pergi dengan seorang penjaga dan diperkosa,” kata seorang korban kekerasan di usia 30-an, yang pernah ditahan di pusat penahanan perbatasan, seperti dilansir dari AFP, Senin (12/11).

“Setiap malam seorang penjaga penjara akan membuka sel. Saya berdiri diam, bertindak seolah-olah saya tidak memperhatikan, berharap itu bukan saya,” katanya.

Pedagang yang menyelundupkan barang-barang melintasi perbatasan dengan China untuk dijual di pasar swasta yang disetujui negara dipaksa membayar “suap”, dengan cara berhubungan seksual.

“Pelaku termasuk manajer di perusahaan milik negara, dan pejabat perbatasan di pasar dan di jalan dan pos pemeriksaan, seperti polisi, jaksa, tentara, dan inspektur kereta api,” kata laporan tersebut.

Seorang mantan pedagang tekstil anonim di usia 40-annya menceritakan bahwa dirinya diperlakukan seperti mainan seks.

“Pada hari-hari mereka menginginkannya, penjaga pasar atau petugas polisi meminta saya untuk mengikuti mereka ke ruang kosong di luar pasar, atau tempat lain yang mereka pilih, dan mereka memaksa hubungan seksual,” kisahnya.

“Itu terjadi begitu sering (sehingga) tidak ada yang berpikir itu adalah masalah besar. Kami bahkan tidak menyadari ketika kami marah,” tambahnya.

“Tetapi kami manusia, dan kami merasakannya. Jadi kadang-kadang, entah dari mana, kami menangis di malam hari dan tidak tahu alasannya.”

Beberapa orang yang diwawancarai berbicara tentang korban pemerkosaan di Korut yang dikeluarkan dari universitas atau dipukuli dan ditinggalkan oleh suami karena membuat malu sekolah atau keluarga mereka.

“Kekerasan seksual di Korea Utara adalah rahasia terbuka, tidak dapat ditangani, dan ditoleransi secara luas,” kata direktur eksekutif HRW, Kenneth Roth.

“Perempuan Korea Utara mungkin akan mengatakan ‘Saya Terlalu’ jika mereka berpikir ada cara untuk mendapatkan keadilan, tetapi suara mereka dibungkam dalam kediktatoran Kim Jong Un,” tambahnya.

Kim merupakan generasi ketiga dari keluarganya yang memerintah negara, di mana pengawasan negara tersebar luas dan perbedaan pendapat tidak ditoleransi.

Dengan pihak berwenang memberlakukan kontrol penuh atas media, kampanye #MeToo global melawan pelecehan seksual terhadap perempuan sepenuhnya tak berlaku di Korut.

Korut menyatakan melindungi dan mempromosikan “hak asasi manusia sejati”. Mereka menegaskan tidak ada pembenaran bagi negara Barat untuk mencoba menetapkan standar hak asasi manusia di bagian dunia lainnya, termasuk di negara mereka.

Kenali 5 Pola Pikir dan Karakter Generasi Berikut Ini

Korut mengutuk kritik internasional tentang masalah ini sebagai kampanye kotor untuk merusak “sistem sosialis sakral” mereka.

Menurut data yang disampaikan oleh Korut pada panel PBB tentang kesetaraan gender, total lima orang dihukum karena pemerkosaan di Korea Utara pada 2015.

Laporan HRW menyebut, korban lain (yang juga menggunakan nama samaran) diperkosa oleh seorang petugas polisi setelah menolak makan selama tiga hari di sebuah ruangan gelap di pusat penahanan perbatasan.

Sekarang dia tinggal di Korea Selatan, dan berkata, “Saya tahu itu kekerasan seksual dan pemerkosaan”.

(Visited 6,491 times, 1 visits today)