Nadia Murad yang baru saja mendapat Nobel Perdamaian 2018, menjadi ikon perlawanan terhadap kekerasan seksual. Murad mengajari korban kekerasan seksual untuk tak ragu bersuara atas kejadian yang menimpanya. Murad sendiri mempertaruhkan nyawa demi bisa lepas dari tawanan sebagai budak seks ISIS.
Dikutip dari Psychology Today, tak mudah bagi korban kekerasan seksual untuk berterus terang. Mereka umumnya merasa malu, takut, dan rendah diri atas kejadian yang menimpanya.
Bagi korban lebih mudah menyalahkan diri sendiri atas kejadian tak menyenangkan tersebut, daripada membuat pelakunya bertanggung jawab. Korban juga khawatir atas risiko yang ditanggung bila melaporkan kejadian tersebut, misal diancam atau tidak mendapat haknya.
Selingkuh Emosi atau Seks! Mana yang Paling Berdampak Buruk?
“Alasan korban tak bisa berterus terang sebetulnya sangat bisa dimengerti. Mereka berhak mendapat empati dan pengakuan atas dilema yang sedang dialaminya. Daripada anggapan miring, korban butuh motivasi untuk menyingkirkan rasa malu, marah, belajar bangkit dari trauma, dan menyeret pelaku yang bertanggung jawab,” kata psikoterapis Beverly Angel.
Kekerasan seksual merupakan salah satu bentuk sexual harrassment yang bisa terjadi pada perempuan dan laki-laki. Kejadian ini punya beragam bentuk mulai dari kalimat, siulan, gestur tubuh, hingga kontak langsung pada korbannya
Pelecehan seksual bisa terjadi dalam berbagai kesempatan, misal driver kendaraan online pada konsumen, lingkungan kerja, hingga pendidikan. Mereka yang pernah menjadi korban pelecehan seksual berisiko mengulang kejadian yang sama dalam kesempatan lain.
Siap-Siap! Di Episode 3 Perjaka Tong Tong, Razi Punya Tips Mendekati Wanita!
Korban pelecehan seksual tak perlu merasa malu, takut, atau bersalah. Pelaku menjadi pihak yang sepenuhnya bertanggung jawab atas perbuatannya, tanpa perlu menyalahkan korban. Pelaku bisa saja memilih tetap menghormati korbannya, namun mereka justru melakukan tindakan yang mengecewakan orang lain.